Jangan Lemah Walau Lelah

Jangan Lemah Walau Lelah
Oleh 
Wulan Ratna Dewi

Assalamu'alaykum sahabat..

Malam ini aku ingin bercerita tentang apa yang barusan aku lihat satu jam yang lalu. Rutinitas sabtu malamku ingin aku ulang, setelah semester 5 yang mulai menyibukan dengan aktivitas yang aku ikuti di kampus. Semua ini memang menyita banya waktu sekali sampai-sampai untuk sekedar pulang dengan ongkos bis Rp 7.000 rupiah saja aku tak sempat. Bersyukur sih itu yang aku harap selama duduk diperkuliahan ini sebelumnya. Ya, tepat sekali 4 semester aku lewati dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang, dan itu sangat membuat jenuh. banyak waktu yang ku lewati dengan banyak mengikuti seminar maupun kegiatan apapun yang berbau pendidikan dimulai dari acara yang berbayar sampai dengan yang gratis sering ku ikuti, mungkin karena aku sadar tidak punya kesibukkan lagi. Tapi semua itu ku jalani dengan enjoy, walau kadang selalu iri melihat mahasiswa lain yang aktif ikut ini itu seperti organisasi kampus. Aku memang tipikal orang  pecinta akademik, aku tidak ingin sampai nilaiku turun. Aku tipikal orang yang paling rese, egois gak pernah mau ngabsenin, gak pernah mau nyontekin, tapi aku mau mengajari teman-teman yang lain dan aku juga mau membantu mereka mengarahkan untuk bisa kuliah lebih baik dan tidak sampai mengecewakan orang tua mereka. Suatu hari sempat aku menasihati mereka, bukan so pinter. yasudah aku ganti bukan menasihati tapi mengingatkan, hehe aku maju ke depan kelas untuk mengingatkan akan mahalnya biaya kuliah, besarnya pengorbanan orang tua untuk membiayai kuliah kita dan semua itu aku sampaikan hingga meneteskan air mata. Aku gak peduli pandangan mereka, yang jelas aku ngerasa dipanggil ke Depok untuk menjadi penerang, untuk menjadi pengingat bagi mereka yang membutuhkan. Alhasil semua orang dikelas hanya terdiam, sampai akhirnya aku memutuskan untuk kembali duduk.  Berat sekali memang amanah dari Allah yang dititipkan, mengapa harus aku? Aku menyimpukan seperti itu karena dunia kampus yang aku rasa ini sangat jauh dari Islam.

Sebenarnya aku sempat menyalahi takdir. Doa-doaku yang selama ini dipanjatkan tak dikabulkan oleh Allah, ngerasa kecewa. Tapi perasaan seperti itu hanya sekejap. Alhamdulillah tidak berlangsung lama, ampuni aku ya Allah. Huhu..
Suka ataupun tidak, hari esok memnag harus berlanjut sampai wisuda nanti. Akhirnya aku sangat menikmati hari-hari setelah dipertemukan dengan orang-orang yang sedikit membuka pikiranku dan membantuku mencari titik terang hatiku yang kelabu. 

" Wulan, please deh kalau seandainya kamu keterima di UGM ataupun di UNPAD, dikampus yang kamu idam-idamkan selama ini. Kita tidak akan pernah dipertemukan, kita tidak akan pernah yang namanya sekarang jalan bareng, tidak akan."

Kalimat itulah yang menyadarkanku, sehingga membuatku berpikiran positif. Akan ada skenario Allaah yang jauh lebih indah dari skenario penulis manapun. ohya kalau aku diterima di kampus idaman itu mungkin aku gak akan dapat kesempatan untuk jalan ke Bali waktu itu. Itu bonusnya, hehe. Begitulah singkatnya. melupakan itu, kita kembali ke cerita awal.

Menunggu Deborah
Deborah itu nama bis yang selalu mengantarkan aku bertemu dengan bapakku di Cilandak. Tepat sekali jurusan Depok-Lebak bulus, harga sekali pergi di tarif Rp 7000 seperti yang sudah aku katakan diatas. Hampir tiap minggu setelah semester 5 aku selalu lupa mengaggendakan jadwal pulang aku ke rumah. Hampir tiap hari akhir-akhir ini aku selalu pulang malam. Dan sore tadi tersadar kalau ini hari sabtu dan aku harus pulang, mengingat aku selama ini hanya menghabiskan uang orang tua tanpa ada membantu meringankan pekerjaan orang tua sedikitpun. Akhirnya aku memutuskan untuk izin pulang duluan. Tak lupa ku kirim pesan sms kepada bapak disana, mengabarkan kalau aku mau pulang sore ini. Seperti biasa ku tunggu bis deborah ini di depan kampus. Lama sekali bis tak kunjung datang, hampir sejam aku menunggu. Sampai-sampai aku melihat pemandangan yang sudah pernah kulihat sebelumnya, aku namakan "Kehidupan jalanan". Ada sebuah keluarga berjalan dengan rumah kayu beroda yang mereka dorong setiap hari menyusuri jalan raya demi mendapatkan botol minuman plastik dan kardus-kardus yang sudah dibuang. Tepat sekali keluarga itu berhenti didepan ku. Dulu pernah ku lihat keluarga kecil itu beranggotakan sosok Ayah, Ibu, dan satu anak. Tapi malam ini ku lihat anggota keluarganya bertambah satu orang, baby kecil yang masih lucu-lucunya. Ada rasa iba melihat mereka, terutama anaknya. Tapi aku tak boleh, menahan rasa haru denagn tanda mata mulai ingin meneteskan air mata. Ku tahan, aku tarik nafas dalam-dalam. Ditambah dengan melihat salah satu anaknya (kakaknya) yang tertidur pulas meski hanya berlapis kardus-kardus usang, adik kecilnya lagi mengunyah makanan. Aku jadi membayangkan yang tidak-tidak, mempertanyakan bagaimana kehidupan aku setelah menikah nanti. Pada dasarnya apa yang aku nikmati hari ini masih dari ortu. Aku sadar setelah menikah nanti tidak mungkin masih mengandalkan ortu. Bukan khawatir soal kehidupan mendatang, hanya membayangkan jika aku diposisi mereka terutama peran aku disitu menjadi seorang ibu. 

Ibu Tak Kenal Lelah Demi Anaknya Bahagia
Aku jadi ingat lagu Iwan Fals dengan lirik,
"Ibu ku sayang
Masih terus berjalan
walau tanpa kaki, penuh darah penuh nanah...

menyadari untuk soal hidup bagaimanapun keadaanya patut untuk disyukuri. Langit mulai terlihat mengeluarkan isinya, mulai gerimis. Melihat raut wajah seorang Ibu tadi, walau lerihat lelah tapi tak menandakan dia lemah. Dengan sabar dan senyum dia mengambil sebuah jaket lalu memakaikannya kepada anak bontotnya. Tak kupedulikan lagi Deborah yang kutunggu, aku tak bisa melewatkan pemandangan itu. Yang tentunya membuatku kembali bersyukur bisa lebih beruntung dari mereka. Kalau dulu aku lihat Ibu itu membawa gerobak sendiri dengan keadaan masih hamil besar, hari ini aku lihat ditemani suami. Berhenti didepanku itu untuk menunggu suaminya yang memutuskan untuk mencari yang bisa mereka jual seperti kaleng, plastik, dan kardus untuk sesuap nasi demi menyambung kehidupan hari esok. Aku menyimpulkan suaminya pergi ke arah dalam kampus. Tak lama setelah itu, suaminya datang lagi dengan membawa karung yang berisi. 
Lagi... Aku salut ada waita yang mau diajak seperti itu, dan ikhlas. Kembali lagi mengetuk pintu hati ku. melihat suaminya kembali dengan karung yang berisi saja wajah istrinya tampak sumringah. Dari situ mereka kembali melanjutkan perjalanan.

Sampai akhirnya ada pesan dari bapak yang menyuruhku untuk kembali ke kost, untuk tidak pulang malam ini.

Ukhty... dalam hidup ini sebaiknya kita memang harus melihat ke bawah untuk mensyukuri rezeki yang telah Allah berikan kepada kita dan keluarga kita. Lihat keluar, seringlah jalan-jalan, meski hanya sekedar jalan tapi rasakan sensasinya, banyak pelajaran yang bisa didapat dari perjalanan. Aku sebut saja bahwa perjalanan itu mengantarkan kita pada rasa syukur. Melihat mereka diluar sana yang masih kurang beruntung, kalaupun kita belum bisa bantu secara materi, minimal kita bisa mendoakannya supaya mereka bisa hidup lebih baik setelah itu. JANGAN LEMAH WALAU LELAH, terus berjuang!!!

Sekian dulu ya ceritanya, dan JANGAN LUPA BERSYUKUR :)

Wassalamu'alaykum..

Comments